Rabu, 18 Februari 2015

Rasa Dendam Yang Berakhir Persahabatan

Sabelia Anastasya atau biasa dipanggil Bela adalah seorang murid SD yang pandai menari. Saat ini dia duduk di bangku kelas 5 SD. Bela terlahir dari keluarga berkecukupan dan sederhana. Menurutnya, ayah dan ibunya itu orangnya asyik. Mereka suka sekali sama yang namanya bercanda. Dia juga punya kakak yang menurutnya agak cuek kepadanya, Angelia Stevani/Enji namanya. Kakaknya ini paling suka pulang sore kalau sudah nyaman disekolah. Mungkin dia punya teman yang bisa membuatnya nyaman bersamanya. Anehnya, kenapa Bela tidak bisa seperti kakaknya itu. Mudah bergaul, rajin juga sih, mandiri, suka berkemah dan dia ini sangat aktif di organisasi. Beda dengan Bela, kalau Bela sulit bergaul, manja, gak bisa jauh dari orangtua dan Bela itu orangnya slow, nyantai. Jadi kalau ada tugas dari sekolah Bela suka menunda-nunda untuk dikerjakan dan kalau sudah mepet waktunya, selalu bingung dan membuat orang serumah memarahinya.
Bela suka sekali sama yang namanya menari dan fashion. Bela sangat berbeda dengan kakaknya. Bela cewek sekali, tapi kakaknya tidak terlalu suka sama hal-hal yang bisa membuat cewek itu kelihatan cewek sekali. Bela sering disuruh ibunya untuk latihan menari. Kalau menurut kak Enji ibunya lebih memihak kepada Bela. Mungkin karena Bela yang sering bersamanya dan sama suka memikirkan penampilan.
Sebentar lagi Bela sudah naik ke kelas 6, tinggal beberapa bulan lagi. Itu artinya perpisahan sudah dekat, dan saat perpisahan nanti Bela ingin sekali menampilkan sebuah tarian. Ibunya sangat mendukung Bela. 2 minggu lagi SD nya disuruh  menyambut bapak Bupati Banyuwangi yang lewat di depan sekolahnya. Di grup Drumb Band SD nya ini Bela yang menjadi pemimpinnya atau biasa disebut “Mayoret”. Dan Bela dipilih & disuruh menjadi Gita Patihnya.
Pelaksanaan itupun tiba, Bela seneng banget. Ini pertama kalinya dia jadi pemimpin di sebuah Drumb Band. Semua memujinya, kecuali kakaknya. Entah kenapa, mungkin dia iri atau apalah. Belapun juga tidak lupa mengabadikan foto bersama kakek dan neneknya.  Tapi  hal yang paling Bela tunggu-tunggu adalah saat perpisahan kakak kelasnya nanti. Bela ingin membuat ibunya bangga dengan tarian yang ingin dia tampilkan nanti.
Satu bulan kemudian, Bela mulai latihan menari dengan semangat dan bersungguh-sungguh. Bela tidak ikut latihan di sekolahannya, melainkan di sekolah tempat ibunya mengajar. Bela lebih senang belajar disana, mungkin karena murid disana levelnya lebih rendah darinya atau lebih kudet/ketinggalan jaman. “Jadikan kalau aku latihan disana, aku bisa disanjung guru dan murid –murid disana.” Guman Bela dalam hati. Entah kenapa tiba-tiba kesombongannya melunjak, dan tidak terkendali.
Paginya disekolah teman-teman pada heboh membicarakan Bela. Saat duduk di depan kelas satu dari teman Bela sebut saja Dea, menghampirinya. “Bel, kenapa teman-teman kok kelihatannya pada ngomongin kamu gitu?” tanyanya penuh kebingungan. “Aku juga nggak tau De, apa aku ada salah ya sama mereka?” tanya Bela sambil menundukkan kepala. Belum sempat terjawab, satu teman baik Bela datang lagi. “Bel, teman-teman heboh ngomongin kamu tuh, gara-gara kamu kemarin nggak ikut latihan nari bareng disekolah” kata si Vena penuh dengan keyakinan. “Loh, emang kenapa kalau aku nggak ikut latihan disekolah? Itu kan hakku mau ikut latihan apa nggak.” Jawab Bela kesal. “Katanya sih, denger-denger kalau mau tampil di perpisahan nanti harus ikut latihan disekolah, nggak boleh di tempat lain.” Kata Vena. “Emang itu wajib ya? Pokoknya aku nggak mau kalau harus latihan nari di sekolah sama mereka.” Jawab Bela sambil meninggalkan Vena dan Dea.
Kriingg, kriing, kring…!!
Bel masuk sekolah terdengar semua murid, merekapun segera masuk ke kelas masing-masing. Vena dan Dea tampak masih heran dengan perkataan Bela tadi. Bela tidak seperti biasanya. Bela yang sekarang kelihatan lebih sombong.
“Ven, Bela kok jadi sombong begini ya?” tanya Dea heran. “Iya ya, aku juga heran” jawab Dea. Tak disangka, percakapan mereka terdengar sampai ditelinga Bela. “Kalian pada ngomongin aku ya? Kalau nggak suka sama aku ya ngomong ke aku donk, jangan ngomongin dibelakangku. Kalian itu sama saja kayak mereka.” Kata Bela sambil marah. “Tapi Bel, maksud kita buu..” belum sempat Dea selesai bicara Bela langsung menyaut/memotong pembicaraan. “Sudahlah, nggak usah munafik.” Kata Bela, sambil duduk di bangkunya. Belum sempat teman-temannya menjawab dari perkataan Bela, Bu Erni guru yang mengurusi perpisahan kelas 6 masuk ke kelas mereka.
“Siapa disini yang akan membawakan sebuah Tarian Gandrung untuk acara pembukaan perpisahan besok?” tanya Bu Erni. Tanpa disangka, ada 2 anak yang ingin membawakan tarian tersebut. Bela dan Fenika sama-sama ingin membawakan tarian tersebut. Belapun melihat Fenika sambil melotot  matanya. “Aku dulu Fen, yang udah sering menarikan tarian ini kan aku. Mending kamu yang lainnya aja.” Suruhnya  Bela ke Fenika. “Nggak bisa lah Bel, aku sudah menekuni tarian ini. Yak an sekali-sekali gentian gitu donk. Masak cuma kamu aja yang lain kan juga banyak yang bisa, bahkan lebih enak daripada kamu. ” kata Fenika sambil nyengir. “Suda-sudah, tidak usah bertengkar. Bapak/ibu guru yang akan memutuskan siapa yang akan dipilih untuk menari tarian gandrungnya.” Kata Bu Erni sambil melerai keduanya.
Sepulang sekolah, Bela langsung bilang ke ibunya. Kalau Fenika juga mau menampilkan tarian Gandrung tadi. Ibunya Belapun juga sedikit kesal, dan akhirnya punya rencana untuk menanyakan keputusan guru-guru disekolah Bela. Sorenya Bela kembali latihan disekolah ibunya. Latihan yang kesekian kalinya membuat Bela lebih mudah dan hafal tentang gerakan-gerakannya. Murid-murid disana juga ingin seperti Bela yang pintar menari. Memang Bela cantik, pintar menari juga pelajaran. Hal ini membuat banyak teman satu sekolahnya iri karena kelebihannya.
Esoknya Bela dan ibunya dating ke sekolahnya untuk menanyakan kepastian keputusan guru SD nya. Kebanyakan guru bilang, kalau Bela lah yang pantas membawakan tarian Gandrung untuk perpisahan nanti. Namun, ibu dari Fenika lebih mengunggul-unggulkan Fenika, agar dipilih untuk membawakan tarian itu. Guru-guru bingung seketika, siapakah yang pantas membawakan tarian Gandrung itu. Bela dan ibunya sangat  berharap Bela lah yang akan dipilih.
Tapi ternyata keputusan itu berkata lain. Fenika lah yang dipilih. Rasa penuh kesal dan kecewa seakan-akan memenuhi  hati Bela dan ibunya. Pikiran kacau seketika. Tak terasa Bela meneteskan air matanya. Ibunya mencoba menenangkannya. “Sudahlah, sayang. Itukan sudah menjadi keputusan bersama. Nggak usah larut dalam kesedihan, tahun depan kan masih bisa.” ucap ibu sambil mencoba menenangkan Bela. “Iya bu, tapi aku masih kesal ingat perkataan Fenika kemarin.” Kata Bela dan masih terus menangis. Suasana kembali hening seketika. Belapun mencoba sabar dan memaklumi keputusan gurunya. Malamnya Bela sudah tidak memikirkan hal itu lagi.
Pagi sudah tiba. Bela bergegas menuju ke sekolah. Saat mau memasuki kelas, tiba-tiba salah satu dari gurunya memanggilnya. “Bela, Bela sini ! ”  panggil Bu Erni. “Iya bu, ada apa?” tanya Bela. “Tadi malam saya sama bapak ibu guru yang lain memutuskan untuk memilih kamu. Karena kamulah yang menurut kami lebih pandai menarikan tarian gandrung ini” ucap bu Erni sambil melempar senyum kepada Bela. “Benar bu? Ibu tidak bohongkan?” tanya Bela penuh harapan. “Iya nak, ibu tidak bohong” jawab bu Erni meyakinkan. “Terimakasih bu, saya senang sekali.” Kata Bela sambil senyum bahagia.
Setelah Fenika tahu kalau Bela lah yang dipilih untuk membawakan tarian gandrung, muncul lah rasa iri, dendam kepada Bela. Fenikapun membenci Bela, dan menceritakan yang tidak-tidak/memfitnah tentang Bela ke teman-temannya. Karena Bela adalah satu saingan terberat Fenika dalam pelajaran juga menari. Sejak saat itu Bela Cuma punya 2 teman yang setia bersamanya. Vena dan Dea lah yang masih percaya kepada Bela dan yakin kalau Fenika memfitnah Bela.
Satu minggu kemudian acara perpisahan sudah di mulai. Fenika yang penuh rasa iri kepada Bela terus saja membenci Bela. Hingga saat itu Fenika terkagum-kagum melihat Bela yang menari tarian Gandrung itu. Lengkung tubuhnya, tangannya yang sudah lembut dan tidak kaku itu membuat Fenika menjadi heran dan merasa bersalah karena sudah memaksakan kehendak dan menyombongkan diri. Akhirnya, Fenika bilang tentang kebenaran yang Fenika buat kebohongan kepada semua temannya itu kalau itu semua hanya fitnah belaka. Fenika merasa malu, dan dia pun minta maaf kepada Bela dan berjanji tidak akan menyombongkan diri lagi.

Dan semenjak kejadian itu, keduanya saling akur dan bersahabat. Mereka tidak lagi menyombongkan kelebihan mereka masing-masing. Sesekali ada acara, mereka siap untuk menjadi pilihan guru-guru dan tidak akan ada rasa dendam. Rasa iri memang masih ada, tetapi tidak seiri seperti saat kejadian itu. J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar