Rasa Dendam
Yang Berakhir Persahabatan
Sabelia Anastasya atau biasa dipanggil Bela adalah seorang murid SD yang
pandai menari. Saat ini dia duduk di bangku kelas 5 SD. Bela terlahir dari
keluarga berkecukupan dan sederhana. Menurutnya, ayah dan ibunya itu orangnya
asyik. Mereka suka sekali sama yang namanya bercanda. Dia juga punya kakak yang
menurutnya agak cuek kepadanya, Angelia Stevani/Enji namanya. Kakaknya ini
paling suka pulang sore kalau sudah nyaman disekolah. Mungkin dia punya teman
yang bisa membuatnya nyaman bersamanya. Anehnya, kenapa Bela tidak bisa seperti
kakaknya itu. Mudah bergaul, rajin juga sih, mandiri, suka berkemah dan dia ini
sangat aktif di organisasi. Beda dengan Bela, kalau Bela sulit bergaul, manja,
gak bisa jauh dari orangtua dan Bela itu orangnya slow, nyantai. Jadi kalau ada
tugas dari sekolah Bela suka menunda-nunda untuk dikerjakan dan kalau sudah
mepet waktunya, selalu bingung dan membuat orang serumah memarahinya.
Bela suka sekali sama yang namanya menari dan fashion. Bela sangat
berbeda dengan kakaknya. Bela cewek sekali, tapi kakaknya tidak terlalu suka
sama hal-hal yang bisa membuat cewek itu kelihatan cewek sekali. Bela sering
disuruh ibunya untuk latihan menari. Kalau menurut kak Enji ibunya lebih
memihak kepada Bela. Mungkin karena Bela yang sering bersamanya dan sama suka
memikirkan penampilan.
Sebentar lagi Bela sudah naik ke kelas 6, tinggal beberapa bulan lagi.
Itu artinya perpisahan sudah dekat, dan saat perpisahan nanti Bela ingin sekali
menampilkan sebuah tarian. Ibunya sangat mendukung Bela. 2 minggu lagi SD nya disuruh menyambut bapak Bupati Banyuwangi yang lewat
di depan sekolahnya. Di grup Drumb Band SD nya ini Bela yang menjadi
pemimpinnya atau biasa disebut “Mayoret”. Dan Bela dipilih & disuruh
menjadi Gita Patihnya.
Pelaksanaan itupun tiba, Bela seneng banget. Ini pertama kalinya dia jadi
pemimpin di sebuah Drumb Band. Semua memujinya, kecuali kakaknya. Entah kenapa,
mungkin dia iri atau apalah. Belapun juga tidak lupa mengabadikan foto bersama
kakek dan neneknya. Tapi hal yang paling Bela tunggu-tunggu adalah
saat perpisahan kakak kelasnya nanti. Bela ingin membuat ibunya bangga dengan
tarian yang ingin dia tampilkan nanti.
Satu bulan kemudian, Bela mulai latihan menari dengan semangat dan
bersungguh-sungguh. Bela tidak ikut latihan di sekolahannya, melainkan di
sekolah tempat ibunya mengajar. Bela lebih senang belajar disana, mungkin
karena murid disana levelnya lebih rendah darinya atau lebih kudet/ketinggalan
jaman. “Jadikan kalau aku latihan disana, aku bisa disanjung guru dan murid
–murid disana.” Guman Bela dalam hati. Entah kenapa tiba-tiba kesombongannya
melunjak, dan tidak terkendali.
Paginya disekolah teman-teman pada heboh membicarakan Bela. Saat duduk di
depan kelas satu dari teman Bela sebut saja Dea, menghampirinya. “Bel, kenapa
teman-teman kok kelihatannya pada ngomongin kamu gitu?” tanyanya penuh
kebingungan. “Aku juga nggak tau De, apa aku ada salah ya sama mereka?” tanya
Bela sambil menundukkan kepala. Belum sempat terjawab, satu teman baik Bela datang
lagi. “Bel, teman-teman heboh ngomongin kamu tuh, gara-gara kamu kemarin nggak
ikut latihan nari bareng disekolah” kata si Vena penuh dengan keyakinan. “Loh,
emang kenapa kalau aku nggak ikut latihan disekolah? Itu kan hakku mau ikut
latihan apa nggak.” Jawab Bela kesal. “Katanya sih, denger-denger kalau mau
tampil di perpisahan nanti harus ikut latihan disekolah, nggak boleh di tempat
lain.” Kata Vena. “Emang itu wajib ya? Pokoknya aku nggak mau kalau harus
latihan nari di sekolah sama mereka.” Jawab Bela sambil meninggalkan Vena dan
Dea.
Kriingg, kriing, kring…!!
Bel masuk sekolah terdengar semua murid, merekapun segera masuk ke kelas
masing-masing. Vena dan Dea tampak masih heran dengan perkataan Bela tadi. Bela
tidak seperti biasanya. Bela yang sekarang kelihatan lebih sombong.
“Ven, Bela kok jadi sombong begini ya?” tanya Dea heran. “Iya ya, aku
juga heran” jawab Dea. Tak disangka, percakapan mereka terdengar sampai
ditelinga Bela. “Kalian pada ngomongin aku ya? Kalau nggak suka sama aku ya
ngomong ke aku donk, jangan ngomongin dibelakangku. Kalian itu sama saja kayak
mereka.” Kata Bela sambil marah. “Tapi Bel, maksud kita buu..” belum sempat Dea
selesai bicara Bela langsung menyaut/memotong pembicaraan. “Sudahlah, nggak
usah munafik.” Kata Bela, sambil duduk di bangkunya. Belum sempat
teman-temannya menjawab dari perkataan Bela, Bu Erni guru yang mengurusi
perpisahan kelas 6 masuk ke kelas mereka.
“Siapa disini yang akan membawakan sebuah Tarian Gandrung untuk acara
pembukaan perpisahan besok?” tanya Bu Erni. Tanpa disangka, ada 2 anak yang
ingin membawakan tarian tersebut. Bela dan Fenika sama-sama ingin membawakan
tarian tersebut. Belapun melihat Fenika sambil melotot matanya. “Aku dulu Fen, yang udah sering
menarikan tarian ini kan aku. Mending kamu yang lainnya aja.” Suruhnya Bela ke Fenika. “Nggak bisa lah Bel, aku
sudah menekuni tarian ini. Yak an sekali-sekali gentian gitu donk. Masak cuma
kamu aja yang lain kan juga banyak yang bisa, bahkan lebih enak daripada kamu.
” kata Fenika sambil nyengir. “Suda-sudah, tidak usah bertengkar. Bapak/ibu
guru yang akan memutuskan siapa yang akan dipilih untuk menari tarian
gandrungnya.” Kata Bu Erni sambil melerai keduanya.
Sepulang sekolah, Bela langsung bilang ke ibunya. Kalau Fenika juga mau
menampilkan tarian Gandrung tadi. Ibunya Belapun juga sedikit kesal, dan
akhirnya punya rencana untuk menanyakan keputusan guru-guru disekolah Bela.
Sorenya Bela kembali latihan disekolah ibunya. Latihan yang kesekian kalinya
membuat Bela lebih mudah dan hafal tentang gerakan-gerakannya. Murid-murid
disana juga ingin seperti Bela yang pintar menari. Memang Bela cantik, pintar
menari juga pelajaran. Hal ini membuat banyak teman satu sekolahnya iri karena
kelebihannya.
Esoknya Bela dan ibunya dating ke sekolahnya untuk menanyakan kepastian
keputusan guru SD nya. Kebanyakan guru bilang, kalau Bela lah yang pantas
membawakan tarian Gandrung untuk perpisahan nanti. Namun, ibu dari Fenika lebih
mengunggul-unggulkan Fenika, agar dipilih untuk membawakan tarian itu.
Guru-guru bingung seketika, siapakah yang pantas membawakan tarian Gandrung
itu. Bela dan ibunya sangat berharap
Bela lah yang akan dipilih.
Tapi ternyata keputusan itu berkata lain. Fenika lah yang dipilih. Rasa
penuh kesal dan kecewa seakan-akan memenuhi
hati Bela dan ibunya. Pikiran kacau seketika. Tak terasa Bela meneteskan
air matanya. Ibunya mencoba menenangkannya. “Sudahlah, sayang. Itukan sudah
menjadi keputusan bersama. Nggak usah larut dalam kesedihan, tahun depan kan
masih bisa.” ucap ibu sambil mencoba menenangkan Bela. “Iya bu, tapi aku masih
kesal ingat perkataan Fenika kemarin.” Kata Bela dan masih terus menangis.
Suasana kembali hening seketika. Belapun mencoba sabar dan memaklumi keputusan
gurunya. Malamnya Bela sudah tidak memikirkan hal itu lagi.
Pagi sudah tiba. Bela bergegas menuju ke sekolah. Saat mau memasuki
kelas, tiba-tiba salah satu dari gurunya memanggilnya. “Bela, Bela sini ! ” panggil Bu Erni. “Iya bu, ada apa?” tanya
Bela. “Tadi malam saya sama bapak ibu guru yang lain memutuskan untuk memilih
kamu. Karena kamulah yang menurut kami lebih pandai menarikan tarian gandrung
ini” ucap bu Erni sambil melempar senyum kepada Bela. “Benar bu? Ibu tidak
bohongkan?” tanya Bela penuh harapan. “Iya nak, ibu tidak bohong” jawab bu Erni
meyakinkan. “Terimakasih bu, saya senang sekali.” Kata Bela sambil senyum
bahagia.
Setelah Fenika tahu kalau Bela lah yang dipilih untuk membawakan tarian
gandrung, muncul lah rasa iri, dendam kepada Bela. Fenikapun membenci Bela, dan
menceritakan yang tidak-tidak/memfitnah tentang Bela ke teman-temannya. Karena
Bela adalah satu saingan terberat Fenika dalam pelajaran juga menari. Sejak
saat itu Bela Cuma punya 2 teman yang setia bersamanya. Vena dan Dea lah yang
masih percaya kepada Bela dan yakin kalau Fenika memfitnah Bela.
Satu minggu kemudian acara perpisahan sudah di mulai. Fenika yang penuh
rasa iri kepada Bela terus saja membenci Bela. Hingga saat itu Fenika terkagum-kagum
melihat Bela yang menari tarian Gandrung itu. Lengkung tubuhnya, tangannya yang
sudah lembut dan tidak kaku itu membuat Fenika menjadi heran dan merasa
bersalah karena sudah memaksakan kehendak dan menyombongkan diri. Akhirnya,
Fenika bilang tentang kebenaran yang Fenika buat kebohongan kepada semua
temannya itu kalau itu semua hanya fitnah belaka. Fenika merasa malu, dan dia
pun minta maaf kepada Bela dan berjanji tidak akan menyombongkan diri lagi.
Dan semenjak kejadian itu, keduanya saling akur dan bersahabat. Mereka
tidak lagi menyombongkan kelebihan mereka masing-masing. Sesekali ada acara,
mereka siap untuk menjadi pilihan guru-guru dan tidak akan ada rasa dendam.
Rasa iri memang masih ada, tetapi tidak seiri seperti saat kejadian itu. J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar